“Air semakin berkurang setiap tahunnya. Permukaan air semakin menipis, mata air mengering dan kami memiliki persoalan dengan penggembalaan,” ungkap juru bicara petani Syn-Tash.
Menemukan solusi sangatlah mendesak, terutama karena pertanian mewakili sekitar 10 persen perekonomian Kyrgyzstan dan dua pertiga penduduknya tinggal di daerah pedesaan.
“Tujuan utama kami adalah menyediakan air untuk ternak lantaran mayoritas dari 8.400 penduduk distrik Syn-Tash adalah petani,” tutur Bupati setempat.
Pihaknya berharap bisa mewujudkan dua atau tiga gletser buatan tambahan untuk lahan pertanian.
Baca Juga: Persis Pulau Komodo di NTT, Jawa Barat Punya Pulau Biawak di Indramayu, Segini Harga Tiket Masuknya
Ide dan implementasinya relatif sederhana. Setiap gletser memerlukan dana pembuatan sekitar 550.000 som (sekitar Rp97 juta).
“Air tersebut berasal dari sumber pegunungan yang jaraknya tiga kilometer lewat pipa bawah tanah. Air tersebut keluar, membeku, dan membentuk gletser,” ungkap salah satu penduduk.
Selain menyediakan air saat mencair, gletser juga membantu menurunkan suhu lingkungan dan menciptakan kelembapan.
Hal tersebut membantu vegetasi di sekitarnya, yang digembalakan ternak dari musim semi hingga musim gugur.
Gletser buatan pertama kali ada di Himalaya India di tahun 2014 dan telah mendunia, serta muncul di Chile dan Swiss.
Gletser membuat para petani mampu memelihara ternak di padang rumput musim semi lebih lama sebelum mengirim mereka ke padang rumput musim panas, sehingga memperlambat erosi tanah.