RBG.ID - Terbakarnya Rumah Sakit (RS) Salak Bogor mengundang keprihatinan berbagai pihak, karena memiliki sejarah yang panjang.
RS Salak Bogor mulai berdiri tahun 1925. Ketika itu dikelola oleh pemerintah Belanda.
Akhirnya, sekitar Maret tahun 1950 RS Salak diserahkan kepada Pemerintahan Indonesia.
Baca Juga: Gedung Denpom Ikut Terdampak Kebakaran Hebat di RS Salak Kota Bogor
Serah terima dilakukan Mayor Jenderal Dr Simon selaku Direktur MGD KNIL kepada Wakil Direktur Kesehatan Angkatan Darat dan saat itu untuk Kepala RS Salak dipercayakan kepada Mayor Dr. Sarjiman.
Serah terima Rumah Sakit Militer Bogor tersebut baru sebagian (ruangan laki–laki) karena ruangan perempuan dan bersalin masih digunakan untuk kesehatan Belanda selama beberapa bulan.
Ketika itu, kondisi ruang rawat inap serta rawat jalan masih sederhana bahkan dinding bangunan terbuat dari papan yang sudah tua dengan kapasitas rawat inap 40 tempat tidur.
Baca Juga: Kebakaran Hebat Melanda RS Salak Bogor, Terdengar Suara Ledakan
Dikutip dari laman resmi RS Salak Bogor, dalam perkembangannya sejak tahun 1990, RS Salak telah mengalami penambahan bangunan dan renovasi, sehingga saat ini kapasitas rawat inap sudah menjadi 155 tempat tidur.
Tahun 1963, Rumah Sakit TNI AD Salak Bogor yang berkedudukan di bawah Komando Angkatan Darat dengan nama Djawatan Kesehatan Tentara (DKT) dan tahun 1984, Rumah sakit ini menggunakan kembali namanya yang lama, yaitu Rumah Sakit TNI AD Salak Bogor.
Baca Juga: Wali Kota Bogor Bima Arya Ungkap Penyebab RS Salak Terbakar
Pada awal pendiriannya, pelayanan kesehatan di RS TNI AD Salak Bogor hanya ditunjukan untuk anggota Militer dan Keluarganya.
Tapi, tahun 1960 atas arahan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Rumah Sakit TNI AD Salak Bogor memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum.
Baca Juga: RS Salak Bogor Terbakar, Jalan Jenderal Sudirman Belum Bisa Dilewati