Sebenarnya, kata dia, wajar seorang presiden memegang data intelijen. Namun yang menjadikan dia kaget adalah pernyataan itu disampaikan di depan umum. Tentu, hal itu akan menimbulkan multitafsir.
Menurut Mad Ali, publik sebenarnya sudah mengetahui kalau presiden memegang data intelijen. Tapi sangat mengagetkan jika hal itu disampaikan kepada masyarakat luas. "Seharusnya tidak disampaikan ke publik agar tidak menimbulkan multitafsir," tegasnya.
Pengamat Politik Ujang Komarudin mengatakan, ada sisi positif dan negatif dari pernyataan yang disampaikan presiden soal data intelijen.
Menurutnya, hal yang positif jika presiden mempunyai data intelijen.
Baca Juga: WOW! Bupati Tapanuli Utara Miliki Kas hingga Rp 1,4 Miliar, Cek LHKPN Nikson Nababan
Dengan data itu, presiden bisa mengetahui kondisi Indonesia, mendapat gambaran terkait potensi kerawanan, dan bisa menyusun strategi dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan. "Presiden memang harus memiliki data intelijen," bebernya.
Presiden, lanjut Ujang, juga berhak memiliki data intelijen soal arah parpol dalam menghadapi pemilu. Namun, seharusnya data itu disimpan saja oleh presiden dan tidak perlu disampaikan ke pihak lain.
Menurutnya, akan sangat berbahaya jika data intelijen itu digunakan untuk cawe-cawe atau intervensi politik pilpres. Kalau presiden memanfaatkan data tersebut untuk intervensi arah parpol, maka hal itu akan merusak tatanan politik dan demokrasi. "Itu sisi negatifnya, akan merusak tatanan politik dan demokrasi kita," ucapnya.
Baca Juga: WOW! Bupati Tapanuli Utara Miliki Kas hingga Rp 1,4 Miliar, Cek LHKPN Nikson Nababan
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menegaskan bahwa partai politik memiliki kemandirian dan independensi dalam menentukan arah politik pemilu, sehingga tidak perlu diintervensi.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai surveillance terhadap parpol merupakan bentuk skandal dan penyalahgunaan intelijen oleh presiden. Menurut koalisi, tindakan tersebut merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi.
”Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, presiden dan perangkat intelijennya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan intelijen,” kata anggota koalisi M. Isnur.
Isnur mengakui, data intelijen memang berfungsi memberikan informasi, terutama kepada presiden. Namun, informasi tersebut seharusnya terkait dengan musuh negara dan berkaitan dengan masalah keamanan nasional. ”Bukan terkait dengan masyarakat politik atau partai politik,” ungkapnya.